Refleksi Hari Hutan Sedunia
Manokwari, TP – Hari Hutan Sedunia (International Day of Forests) diperingati tanggal 21 Maret 2021 sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang betapa pentingnya hutan bagi kehidupan setiap mahluk hidup yang tinggal di muka bumi ini.
Hutan merupakan penyedia oksigen terbesar dimuka bumi yang berfungsi pula sebagai penampung air secara alami, penyeimbang iklim, dan rumah bagi banyak mahluk hidup di muka bumi. Untuk itu, wajib dilestarikan untuk generasi anak dan cucu kita.
Pemerintah Provinsi Papua Barat telah berkomitmen untuk menjaga tutupan hutannya, bahkan sudah mendeklarasikan diri sebagai provinsi konservasi. Namun apakah hal tersebut sudah sejalan dengan apa yang dikampanyekan selama ini? Ternyata masih jauh dari harapan, dimana saat ini praktek ilegal logging masih berjalan, praktek ilegal mining semakin marak, bahkan pemerintah sendiri membuka pintu yang sebesar- besarnya bagi investor yang bergerak di bidang perkebunan, kehutanan maupun pertambangan.
Menanggapi kondisi saat ini dan sekaligus refleksi dihari hutan sedunia saat ini, Anggota DPR Jalur Otsus Papua Barat, Agustinus Kambuaya, menyampaikan bahwa menyusutnya tutupan hutan dunia yang merupakan penyumbang Oksigen terbesar di muka bumi ini merupakan salah satu Isu saat ini.
“Isu ini secara global, sampai nasional, lalu ada kesepakatan bagaimana menjaga hutan, dan pemerintah Indonesia juga ikut di dalamnya, termasuk KTT Bali tentang penyelamatan hutan dan lingkungan. Dan, secara khusus di Papua Barat, adalah pencanangan Provinsi Konservasi,” ucap Kambuaya kepada Tabura Pos, Minggu (21/3).
Namun menurut Kambuaya, kampanye yang selama ini dilakukan terdapat hal yang bertentangan sehingga kampanye menjaga hutan seakan- akan masih sebatas simbolis saja.
“Disatu sisi hutan sangat penting bagi kehidupan, tapi disini ada konteks paradox yang bertentangan. Pertama, kita kampanye tentang hutan, penyelamatan hutan sebagaimana provinsi konservasi, tapi disaat bersamaan, bagaimana pembabatan hutan? Kita kampanye selamatkan hutan sebagai kantong air, hutan sumber oksigen, kita juga kampanye hutan sebagai tempat ruang kelola masyarakat adat, dan seterusnya, tapi disatu sisi pemerintah masih mengijinkan investasi skala besar, seperti perkebunan dan juga terkesan membiarkan ilegal logging, tambang ilegal merusak hutan. Kemudian apa yang kita kampanyekan, apa yang kita sepakati terkait peraturan daerah terkait provinsi konservasi, tapi disaat yang sama kita juga bekerja merusak hutan, melalui apa? Melalui ijin- ijin bagi investor, sehingga mau tidak mau, pembangunan ekonomi itu diatas tanah dan juga membuka hutan,” ucapnya.
Menurut Kambuaya, pembangunan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat adalah satu alasan adanya pembukaan dan juga eksploitasi sumberdaya alam di Papua Barat, namun hal tersebut harus dilakukan dengan bijak dan juga harus menggunakan konsep pembangunan ekonomi hijau.
Jadi konsep ekonomi hijau itu harus diterapkan, dimana perekonomian itu meningkat tapi disaat yang bersamaan kelestarian hutan kita tetap terjaga. Ini menjadi tugas besar yang harus dipecahkan agar kepentingan pembangunan daerah, kepentingan investor, kepentingan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah disaat yang bersamaan dapat beriringan tetap menjaga dan melestarikan hutan.
Cara pandang ekonomi hijau ini harus dikembangkan oleh pemerintah dearah. “Intinya adalah, konsep mempertahankan hutan itu harus nampak dalam konsep pembangunan kita, dan harus sejalan dengan apa yang kita kampayekan,” tegasnya.
Hari hutan sedunia saat ini harus menjadi refleksi bagi semua pihak, agar menyadari dan juga mau bertanggung jawab untuk melestarikan hutan demi anak cucu dan juga agar terhindar dari bencana. “Hari hutan sedunia ini hendaknya menjadi refleksi bagi kita bersama, semua pihak yang ada di Papua Barat, baik itu investor, pemerintah, masyarakat harus bertanggung jawab bersama- sama untuk menjaga hutan. Hutan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat adat, tapi bermanfaat bagi kita semua bahkan dunia. Kepada investor diharapkan melakukan aktivitas reboisasi, tanam kembali pohon dilahan yang telah terbuka akibat aktivitas perusahaan sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian hutan, begitu juga dengan pemerintah sehingga terhindar dari berbagai masalah lingkungan seperti bencana alam, kekeringan dan lainnya,” tutup Kambuaya. [CR46-R4]