Manokwari, TP – Rasnawati, wanita tua berkerudung hitam itu duduk menyendiri di teras indekos Jl. Pahlawan Sanggeng, Distrik Manokwari Barat. Kaki kirinya bengkak akibat terjatuh dari sepeda motor beberapa hari yang lalu. Nampak keriput tidak beraturan menggaris di seluruh wajah tuanya.
Sesaat kemudian, angin senja berhembus dari balik rimbunan pohon pisang milik tetangga dan membelai dirinya. Dia pun berpindah posisi duduk dari lantai ke kursi plastik merah tua pemberian kakak iparnya.
Tidak lama berselang, terlihat lembayung senja mulai berarak menuju peraduan di ufuk barat Bukit Soribo dengan cahaya mentari berwarna merah jingga. Samar-samar terdengar suara Adzan Magrib.
Namun senja yang indah dan suara Adzan Magrib yang mengalun merdu, tidak mampu meredam kegalauan dalam diri. Dia tetap duduk terpekur dan diam seribu bahasa karena persediaan beras tinggal segenggam tangan dan minyak goreng cuma sesendok nasi.
Dalam diamnya, kegalauan meronta-ronta dengan perut keroncongan karena belum makan sejak pagi hingga senja ini. Sepiring nasi yang tersimpan tadi malam sudah diberikan kepada ketiga anaknya saat matahari tepat di atas ubun-ubun kepala.
Suaminya yang berprofesi sebagai tukang ojek pun, tidak memberikan secercah pengharapan di tengah pandemi karena terkadang pergi pagi dan pulang malam tanpa selembar uang yang tersimpan dalam dompet.
Harapan menggapai penghasilan sirna karena penyebaran Covid-19 yang kian hari semakin meningkat di Kota Manokwari. Lambat laun, perekonomian rumah tangganya mengalami krisis dari kecukupan makan tiga kali menjadi satu kali makan sehari.
Setelah beberapa menit bergumul dengan kegalauan diri, dua lelaki paruh baya dan seorang wanita muda belia bergegas menyambangi teras tempat pergumulannya. Mereka adalah pegawai Baznas Provinsi Papua Barat yang merupakan perpanjangan tangan dari SKK Migas KKKS Pamalu untuk menyalurkan sembako.
Bagai mendapat durian runtuh, matanya berbinar-binar menyambut rejeki di senja yang semakin temaram. Di tatapnya mereka satu persatu dengan senyum manis merekah di bibir yang sudah tua sembari kedua tangan hitam legam menerima sembako tersebut.
Sontak, butir-butir air mata jatuh membasahi kedua lesung pipinya. Sedih bercampur bahagia menjadi pengalaman eksistensial baginya pada senja yang keburu hilang menjadi malam. Kemudian ketiga pegawai itu pamit meninggalkannya seorang diri.
Ditemui Tabura Pos, Selasa (20/10), dia mengucapkan terima kasih kepada SKK Migas KKKS Pamalu yang telah memberikan 1 paket sembako kepada keluarganya beberapa bulan yang lalu.
“Bantuan sembako ini telah menghilangkan kegalauan yang membuncah selama ini menjadi ketegaran menantang pandemi Covid-19,” tutur dia.
Dia menerangkan, SKK Migas KKKS Pamalu adalah spirit hidup yang mengajarkan tentang pentingnya berempati kepada sesama yang sedang dirundung krisis multidimensi akibat Covid-19.
“Sejak merebaknya Covid-19, kehidupan ekonomi keluargaku mengalami krisis terutama terkait pemenuhan kebutuhan dasar. Terkadang kami sekeluarga makan cuma satu kali dalam sehari. Mau dapat uang dari mana untuk membeli beras, minyak goreng dan sayur,” katanya dengan nada tanya.
Dia mengungkapkan, di tengah kegalauan ini, SKK Migas KKKS Pamalu menjadi penyelamat bagi keluarga dengan memberikan sembako sebagai penyambung hidup.
“Kami pun tersenyum bahagia karena masih ada sesama yang mempunyai perhatian terhadap kehidupan ekonomi keluarga di tengah pandemi Covid-19 dengan bantuan sembako,” kata dia.
Oleh karena itu, dirinya berkomitmen untuk tetap tegar menghadapi pandemi Covid-19 karena seberat apapun, badai ini pasti berlalu dan muncullah pernak-pernik kehidupan baru untuk saling membantu satu sama lain seperti yang telah dilakukan SKK Migas KKKS Pamalu.
“Rindu membara di senja yang bertarung malam. Cinta sesama harus dibuktikan dengan hati yang ikhlas seperti SKK Migas KKKS Pamalu. Karena hidup merupakan dualisme antara memberi dan menerima,” tutur Rasnawati dengan nada puitis. [CR49-R1]