
Manokwari, TP – Sekretaris Forum Komunikasi Pencari Keadilan, Papua Barat, Finsentius Paulinus Baru, ST, M.URP menilai Surat Keputusan (SK) Panitia Seleksi (Pansel) Anggota DPR-PB lelalui mekanisme pengangkatan periode 2019-2024 Nomor : 15/K-P/2000 tertanggal 5 Juli Tahun 2020 yang dibacakan dan diserahkan kepada Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan pada tanggal 7 Juli 2020 adalah SK yang cacat hukum dan wajib ditinjau kembali oleh Gubernur Papua Barat selaku pembina Politik dan Pembina Masyarakat di Provinsi Papua Barat.
Paulinus Baru mengutarakan, kenapa dirinya menilai SK Pansel tersebut cacat hukum, karena menilai ada ada lima pelanggaran hukum terhadap Perdasus Nomor : 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemilihan anggota DPR Papua Barat melalui mekanisme otonomi khusus, yang dilakukan oleh Pansel.
Paul Baru menyebutkan, yang pertama, penetapan 2 orang nama calon terpilih yang terlibat sebagai pengurus partai politik, antara lain Pengurus Partai Hanura dan PDIP Periode 2015 – 2020.
“Penetapan dua nama tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal (4) Ayat (2) huruf (o) yang berbunyi tidak menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dalam kurung waktu 5 (lima) tahun terakhir dan/atau dicalonkan sebagai calon anggota DPD, DPR, DPR-PB maupun DPRD di tingkat kabupaten/kota,” jelasnya dalam siaran pers yang diterima Tabura Pos, Kamis (16/7) sore.
Yang kedua lanjut Paul Baru, penetapan calon yang umurnya sudah lewat, hal ini bertentangan dengan Pasal (4) Ayat (2) huruf (f) yang berbunyi berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi (60) tahun pada saat mengikuti musyawarah masyarakat adat.
Ketiga, penetapan calon yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), hal ini bertentangan dengan pasal (4) ayat (2) poin (q)
Keempat, penetapan SK Pansel Nomor 15/K-P/2020 yang sengaja menghilangkan 4 (empat) nama calon peserta yang telah mengikuti seleksi sejak tahap pertama hingga akhir.
Kelima, adalah tata cara penilaian berdasarkan rangking per daerah pengangkatan yang keliru yang tidak sesuai dengan geostrategi politik demografi sosial kultur masyarakat hukum adat di Provinsi Papua Barat.
“Dari kelima aspek ini, benar-benar Pansel telah melakukan pelanggaran hukum dan kejahatan administrasi,” bebernya.
Hal senada disampaikan, Forum Komunikasi Pencari Keadilan, Drs. Sahaji Refideso menyatakan, bahwa kesalahan yang telah di uraikan oleh Sekretaris Forum Komunikasi Pencari Keadilan, Finsentius Paulinus Baru, ST, M.URP, adalah kesalahan yang harus dipandang penting untuk segera gubernur memanggil Pansel dan pihak pihak terkait untuk merevisi SK dimakdus.
Bila perlu jelas Refideso, diadakan pemilihan ulang atau menggugurkan nama-nama yang bermasalah, mumpung Menteri Dalam Negeri (Mendagri) belum mengeluarkan SK peresmian dan pelantikan.
“Ini kewenangan gubernur,” imbuh Refideso.
Lanjut dia mengutarakan, Kabupaten Raja Ampat yang merupakan wilayah territorial terluar dari Provinsi Papua Barat, perlu dan harus mempertimbangkan keterwakilan dari Kabupaten Raja Ampat yang adalah wilayah teritorial terluar dari Provinsi Papua Barat dan wilayah Negara Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain.
“Raja Ampat harus ada perwakilannya di DPR Papua Barat melalui mekanisme Otsus, bagaimana kalau Raja Ampat tidak ada perwakilan masyarakatnya di DPR-PB, nanti siapa yang mengerti dan mau bicara kepentingan OAP Raja Ampat di Parlemen? ungkap Refideso dengan nada heran.
Dirinya berharap Gubernur dan Mendagri tidak terburu-buru mengeluarkan SK Pelantikan sebelum nama-nama bermasalah ini diperbaiki, sehingga tidak menimbulkan gugatan hukum kepada pemerintah seperti kasus MRP Papua Barat beberapa bulan lalu. [SDR-R4]