Manokwari, TP – Maklumat MRPB nomor 01/MRP-PB/III/2019, tentang melindungi hak suara orang asli Papua (OAP) pada Pileg 2019, dinilai belum mampu menyelematkan suara OAP di Perlemen baik di pusat maupun di daerah.
Meskipun belum ada keputusan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait hasil Pileg 2019 namun, minimnya OAP yang duduk di Parlemen setidaknya sudah dapat terlihat dari hasil pleno di KPU tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi.
Menangapi hal itu, Ketua MRPB, Maxsi Nelson Ahoren mengatakan, bila Maklumat MRPB merupakan suatu imbauan kepada masyarakat, dalam hal ini masyarakat Papua untuk memilih caleg OAP baik DPR RI, DPD RI, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten.
MRPB kata Ahoren, meski mengeluarkan Maklumat, tetapi tidak bisa memaksa dan mengintervensi rakyat Papua selaku pemilik suara namun, melalui Maklumat itu, MRPB mencoba menyampaikan jati diri ke rakyat Papua.
“Kami hanya menyampaikan ke rakyat tentang jati diri kita bahwa saya adalah anak Papua dan harus kembali memilih orang Papua. Tetapi apa yang terjadi hari ini yang kita harapkan semua tidak sesuai kenyataanya,” kata Ahoren kepada para wartawan di kantornya, Rabu (15/5).
Ahoren mengungkapkan, selain mensosialisasi Maklumat ke masyarakat, pihaknya juga sudah menyerahkan Maklumat itu kepada pengurus partai politik di Papua Barat, dengan harapan dapat memberikan kesempatan kepada OAP untuk menjadi caleg dari partai yang dipimpin saat masih pencalonan waktu itu.
“Dari 16 partai politik, kurang lebih 10 surat kita sudah berikan, sisanya waktu itu dibagi tetapi mungkin sedang tidak berada di tempat. Surat itu untuk memprioritaskan orang asli Papua sebaga caleg saat masih mendaftaran waktu lalu,” jelas Ahoren.
Saat memberikan surat itu Ahoren berharap bila ketua partai politik yang nota bene adalah putra asli Papua, dapat mempertimbangkan dan memberikan kesempatan lebih banyak lagi kepada OAP sebagai caleg, seperti Partai NasDem yang diketuai Domingus Mandacan, Gerindra yang diketuai M. Lakotani, PDI Perjuangan yang diketuai Yohana Watofa, PKPI yang diketuai D. Towansiba, Perindo diketuai Marinus Bonepai dan PKB yang diketuai Gasam.
“Sekarang kita mau lihat sikap partai yang diketuai OAP kepada anak-anak OAP sendiri seperti apa. Kalau memang 6 partai itu berani memberikan kesempatan kepada semua anak-anak OAP, maka kita akan dibelakang mereka,” jelas Ahoren.
Ahoren menilai, dengan fakta yang terjadi bahwa masih ada OAP yang tidak memilih sesama OAP dan OAP tidak memberikan rekomendasi kepada OAP, menjadi pelajaran bagi semua lembaga di Papua Barat, baik MRPB, DPR Papua Barat dan Pemprov Papua Barat.
“Gubernur sebagai pembina partai politik harus duduk mengundang kita semua bersama Forkompimda untuk sama-sama mencari solusi,” imbuhnya.
Menurut Ahoren, situasi yang tepat untuk melindungi hak politik OAP, adalah saat pembahasan 7 Raperdasus yang sudah ditetapkan menjadi Perdasus oleh DPR Papua Barat, di mana, dari tujuh Perdasus tersebut, salah satunya ada Perdasus yang mengatur tentang hak politik OAP.
“Kita juga bertanya kenapa dimasa injuri time atau dimasa berakhirnya DPR Papua Barat kenapa tidak kasih masuk satu Perdasus tentang hak politik orang Papua saat pembahasan sampai pengesahan 7 Perdasus. Kami pikir masalah disitu. Kalau memang saat itu ada, maka tidak akan terjadi seperti sekarang ini,” ujar Ahoren.
Orang nomor 1 MRPB ini berharap, disisa masa waktu anggota DPR Papua Barat periode 2014-2019 berakhir pada Oktober nanti, ada satu produk hukum yang mengatur hak politik OAP untuk Pemilu, Pilgub, Pilbup tahun 2024 mendatang. [SDR-R1]