Manokwari, TP – Selama ini, aparat penegak hukum terkesan tidak mau memberikan efek jera terhadap para pelaku yang memasok minuman keras (miras) secara ilegal ke wilayah Provinsi Papua Barat.
Sebab, para pelaku hanya dijerat dengan tindak pidana ringan (tipiring), dimana hukumannya cuma dalam hitungan bulan dan denda puluhan juta Rupiah. Padahal, barang yang diselundupkan dengan berbagai cara ini, terutama para pemain besar, beromzet hingga ratusan juta, bahkan miliaran Rupiah.
Hal ini bisa terlihat dengan putusan terhadap pemilik Toko Bintang Jaya, Then Toni dan Nur Saddam Pagala yang memasok 61 karton miras berlabel bernilai ratusan juta Rupiah, hanya dihukum 5 bulan penjara dan denda Rp. 40 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari.
Putusan tersebut sangat disayangkan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Papua Barat, Adrian Matakupan. Lanjut dia, atas nama pimpinan, pihaknya kecewa dengan penetapan tersangka dalam kasus miras itu.
Sebab, ungkap dia, tersangkanya hanya dijerat tindak pidana ringan (tipiring) berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 5 Tahun 2006 tentang Larangan Peredaran Miras di Manokwari. Padahal, kata dia, apabila mengacu pada UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang bersangkutan memasukkan miras tanpa izin, seharusnya dijerat Pasal 106 jo Pasal 24 tentang Perizinan dengan ancaman pidana 4 tahun dan denda Rp. 10 miliar.
“Seharusnya seperti itu, sehingga ada efek jera, tetapi teman-teman penegak hukum yang menangani kasus ini membawa kasus miras dari pemilik Toko Bintang Jaya ke tipiring berdasarkan Perda. Kenapa tidak ada efek jera, karena dengan mengacu pada Perda Miras, pelaku hanya divonis 5 bulan dan denda Rp. 40 juta,” kata Matakupan kepada Tabura Pos di ruang kerjanya, Kamis (24/1).
Dengan keuntungan atau omset hingga miliaran Rupiah, apakah oknum pengusaha itu akan jera? “Bagi saya, pasti ke depan mereka tidak akan jera, pasti mereka akan buka usaha dengan kedok baru lagi. Ini yang membuat selalu ada miras masuk di Manokwari dengan semena-mena dengan berbagai modus,” beber Matakupan.
Matakupan menyayangkan jika pihaknya tak dilibatkan dalam penanganan kasus penyelundupan miras yang diamankan anggota Satpol PP Provinsi Papua Barat dan kasus miras yang diamankan anggota Brimob Polda Papua Barat, beberapa waktu lalu.
“Sebenarnya kita harus sadar bahwa kita mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Di Disperindag Provinsi Papua Barat juga ada penyidik yang membidangi perlindungan konsumen dan perdagangan, dimana minuman beralkohol ini termasuk dalam perdagangan,” jelas dia.
Lanjut Matakupan, pembagian kewenangan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, sudah diserahkan ke provinsi, baik pengawasan, perlindungan konsumen, pengujian mutu barang, dan pengawasan barang beredar, berada di tingkat provinsi.
“Seharusnya diserahkan kepada penyidik kami untuk menangani kasus itu dan di-back up koordinator pengawas (korwas) kita di Polda Papua Barat. Siapa yang menangani dan siapa yang mempunyai tupoksi berdasarkan undang-undang dan apakah ada penyidik di situ, maka serahkan. Biarlah kita melakukan tindak pidana dengan tindak pidana umum murni dan jangan pakai tipiring, karena tidak ada efek jera,” tandasnya.
Terlepas dari penanganan kasus miras di Manokwari dan di Teluk Bintuni, Matakupan mengucapkan terima kasih untuk Bupati Manokwari, Demas P. Mandacan yang mau merevisi Perda Nomor 5 Tahun 2006.
“Saya dengar beliau mau revisi, karena perda atau minuman beralkohol ini diatur Pemerintah Pusat lewat Kementerian Perdagangan terkait peredarannya, termasuk minuman beralkohol golongan A, B, dan C, akan diatur peredarannya bagaimana,” tambah dia.
Di sisi lain, Matakupan mengungkapkan, minuman beralkohol sebenarnya memberikan pendapatan untuk daerah, tetapi bagaimana caranya agar tidak disalahgunakan.
“Orang mabuk sembarangan, terjadi kriminal, KDRT bertambah dan kasus lainnya, maka dijuallah di tempat yang seharusnya diperuntukkan berdasarkan Permendag, ada tanda bebas bea (TBB), ada ukuran toko yang berhak menjual lewat surat keterangan penjualan langsung golongan (SKPLA) dan surat keterangan pengecer, semua sudah diatur dalam Permendag,” papar Matakupan.
Menurutnya, apabila minuman beralkohol dibatasi dan peredarannya diawasi, tentunya bisa mendatangkan omset terhadap daerah. Pengawasannya, ia menjelaskan, di bawah koordinasi langsung Disperindag dan Polda sesuai undang-undang.
“Kalau tidak diawasi baik dengan pengendalian, kasihan anak-anak kita dan masa depan anak-anak kita, berbahaya. Sebenarnya, miras tidak bisa dilarang, karena miras bukan narkoba. Miras adalah barang yang diawasi peredarannya. Kalau kita awasi dengan baik, tidak ada orang yang memasukkan tanpa izin seperti ini untuk mengeruk keuntungan diri sendiri, sedangkan generasi penerus rusak dan tidak ada omset bagi daerah,” pungkas Matakupan. [FSM-R1]