Bintuni, TP – Pada tahun 2019 Kementrian Pendayagunaan dan Aparatur Negara (PAN) mempersiapkan beberapa daerah di Indonesia untuk bertarung dalam ajang inovasi pelayanan publik tingkat dunia di Amerika Serikat (AS).
Menteri PAN RI telah menginstruksikan agar beberapa daerah tersebut belajar inovasi publik dengan sistem Early Diagnose and Treatment (EDAT) yaitu melakukan pemeriksaan cepat dan pengobatan yang tepat malaria hilang di Kabupaten Teluk Bintuni selaku juara inovasi publik sistem EDAT tingkat dunia di Maroko pada tahun 2018.
“Setelah kabupaten Teluk Bintuni dipercayakan sebagai pemenang inovasi publik tingkat dunia tahun 2018 di Maroko. Ada instruksi dari Menteri PAN RI bagi daerah-daerah yang dipersiapkan untuk mengikuti lomba inovasi publik tingkat dunia di Amerika Serikat pada tahun 2019 kalau bisa belajar dari kabupaten Teluk Bintuni. Dan sampai saat ini daerah yang telah menanggapi untuk belajar inovasi pelayanan publik dari pengalaman kabupaten Teluk Bintuni adalah Provinsi Jawa Timur. Dan Gubernur Provinsi Jawa Timur kemudian menyurati Bupati Teluk Bintuni bahwa mereka akan datang ke Bintuni untuk belajar pengalaman kabupaten Teluk Bintuni yang telah berhasil mengharumkan nama Indonesia sebagai juara inovasi publik tingkat dunia dengan sistem EDAT dengan personil sebanyak 26 orang yang didalamnya terdapat 19 kepala dinas se provinsi Jawa Timur. Tim Inovasi Jawa Timur itu pada akhir November 2018 lalu telah datang belajar bagaimana kabupaten Teluk Bintuni bisa berhasil menjuarai inovasi pelayanan publik tingkat dunia di Maroko dimana mereka tidak sempat ke Bintuni tetapi hanya sampai di Sorong dan mengundang Tim Inovasi Pelayanan Publik Kabupaten Teluk Bintuni ke Sorong untuk menyajikan materi Sitaem EDAT Malaria,” ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni Frangky Mobilala, SKM kepada Tabura Pos, Jumat (28/12) di Bintuni.
Dikatakan bahwa pada waktu itu rombongan dari Jawa Timur itu tidak sempat sampai ke Bintuni dan hanya sampai di Sorong.
“Dan telah mengundang kami sebagai nara sumber untuk mempresentasikan materi inovasi publik sistem EDAT kepada mereka. Kemudian saya bersama rekan kerja dr. Hasel Supit berangkat ke Sorong untuk memenuhi undangan mereka. Di Sorong kami memberikan materi bagaimana keberhasilan kabupaten Teluk Bintuni dalam inovasi pelayanan publik dengan sistem EDAT Malaria dan berhasil menjuarai inovasi publik tingkat dunia yaitu mulai dari awal sampai kabupaten Teluk Bintuni berhasil sampai ke Maroko. Adapun materi yang saya sampaikan pada waktu itu bagaimana keberhasilan perjalanan inovasi pelayanan publik dengan sistem EDAT dan dr. Hasel Supit sendiri membawakan materi teknis dari sistem EDAT Malaria. Keberhasilan Bintuni bisa juara inovasi pelayanan publik tingkat dunia disebabkan banyak aspek yang mempengaruhi yaitu pertama pemerintah daerah Teluk Bintuni sangat mensupport inovasi pelayanan publik dengan sistem EDAT Malaria. Kemudian kami melibatkan serta menyentuh masyarakat kecil atau masyarakat miskin yang ada di kampung-kampung yaitu dari yang tidak bisa menjadi bisa. Dimana dulu pengobatan di kampung-kampung masih menggunakan daun-daun. Tetapi berkat adanya inovasi kami ini dengan melatih kader untuk memeriksa malaria. Maka masyarakat di kampung-kampung sudah bisa berobat dengan menggunakan obat dari Kementrian Kesehatan,” papar Mobilala.
Mobilala juga menyebutkan bahwa secara teknik untuk menurunkan malaria sekarang pihaknya lebih fokus ke titik-titik daerah yang memiliki API yang masih tinggi.
“Dengan mengontrak perawat atau bidan khusus untuk mengerjakan malaria dititik-titik tersebut. Yaitu ada 7 daerah yang menjadi fokus mulai dari daerah pegunungan Moskona Utara, Moskona Timur, Mesyeta, Merdey, Dataran Beimes, Fafurwar dan Kaitaro. Dari 7 daerah itu seperti Merdey sudah tidak ada kasus malaria tetapi ada laporan ada beberapa kasus impor malaria yang masuk di sana dari luar dan kebanyakan kasus malaria itu dari Manokwari. Maka kami akan melakukan survey secara keseluruhan di daerah Mesyeta dan Merdey. Dan setelah kami tempatkan perawat atau bidan maka penurunan API nya sangat signifikan kalau dulu sebelum kami tempatkan perawat di Moskona Timur APInya di sana sampai 100 lebih tetapi sekarang APInya tinggal 3 dan bahkan sudah mendekati 1. Dan secara keseluruhan API penyakit malaria di kabupaten Teluk Bintuni sampai per Juni 2018 itu sudah tinggal 0,9 per 1.000 artinya ada 1 penderita per 1.000 penduduk. Kita berharap pada tahun 2020 kabupaten Teluk Bintuni bebas malaria bisa berhasil. Tetapi kalau kita lihat tahun 2020 kemungkinan tertunda sebab kalau di daerah pinggiran kita masih banyak kasus impor penyakit malaria yang masuk ke Bintuni. Dan kasus impor itu mempengaruhi kita tetapi kalau daerah perbatasan itu bisa membantu dan kita bisa bersama-sama melakukan pencegahan penyakit malaria masuk ke Bintuni maka kemungkinan bisa secepatnya kita wujudkan kabupaten Teluk Bintuni bebas malaria pada tahun 2022. Kasus yang terjadi di daerah perbatasan seperti antara Fafurwar dan Kaimana dimana di Fafurwar yang masuk kabupaten Teluk Bintuni kasus malaria bisa meningkat di sana pada saat musim pala. Karena orang-orang dari Kaimana yang datang ke Fafurwar untuk makan pala satu dusun itu telah membawa malaria dan untuk pencegahannya biasanya kami antisipasi malaria di sana di musim pala tersebut,” sebut Kepala Bidang P2P itu.
Mobilala menambahkan bahwa atas keberhasilan kabupaten Teluk Bintuni dalam inovasi pelayanan publik sistem EDAT, sudah banyak daerah yang datang belajar ke Bintuni yaitu kabupaten Jayapura, Timika, Teluk Wondama serta Mansel.
“Sedangkan daerah yang juga merencanakan untuk belajar di Bintuni yaitu kabupaten Puncak Jaya dan Kaimana. Sedangkan daerah-darah lainnya di Papua Barat belum ada rencana belajar di Bintuni disebabkan mereka masih menggunakan pola bela kampung untuk mengatasi penyakit malaria dengan alasan bahwa sistem EDAT itu memerlukan biaya yang cukup besar dan banyak kabupaten yang belum bisa seperti Bintuni. Sistem EDAT yaitu pemeriksaan cepat dan pengobatan tepat malaria hilang dan di dalam sistem EDAT itu memiliki banyak paket yaitu paket 1 sampai paket 7, ada racik obat, timbangan juga diberikan warna yaitu untuk mempermudah kader di kampung karena sekolah mereka paling tinggi SMP dan ketika mereka memeriksa pasien dan menimbang mereka kalau warna timbangannya biru maka obat yang diberikan juga warna biru jadi memudahkan kader. Dulunya sebelum adanya fasilitas kesehatan di Teluk Bintuni kader-kader kami jumlahnya ada sekitar 60 sampai 70 kader tetapi sekarang kader yang ada tinggal 32 orang. Dulu di Bintuni penyakit malaria termasuk penyakit yang dapat membunuh serta tingkat kematian nomor 1 di Bintuni. Dulu di setiap Puskesmas ada 10 penyakit besar dan malaria berada pada urutan pertama. Tetapi sekarang dalam 10 penyakit besar di Bintuni malaria tidak lagi termasuk didalamnya,” pungkas Mobilala. [ABI]