Manokwari, TP – DPR Papua Barat melanjutkan Rapat Paripurna ketiga dengan agenda tanggapan Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPR Papua Barat atas Rancangan Peraturan Daerah tentang RAPBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2019.
Rapat paripurna yang digelar di ruang sidang utama kantor DPR Papua Barat, Kamis (13/12) malam dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Papua Barat, Roberth Manibuy.
Tanggapan Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan terhadap pandangan umum fraksi dibacakan oleh Wakil Gubernur Papua Barat, Muhammad Lakotani. Dari pandangan 8 fraksi DPR Papua Barat disimpulkan, bahwa secara kontekstual maupun substansional seluruh pandangan memiliki kesamaan baik regulasi maupun materi anggaran RAPBD TA 2019, yang pada prinsipnya mendukung RAPBD 2019.
Melalui wakilnya, Gubernur mengatakan sependapat dengan pandangan Fraksi Gerakan Persatuan Merah Putih yang menitik beratkan pada pembangunan infrastruktur tidak hanya pada jalan dan jembatan, namun juga infrasturktur yang dapat mendukung sektor kesehatan. Salah satunya, pembangunan RSUD Provinsi yang masih membutuhkan biaya secara bertahap, baik fisik bangunan, penyiapan SDM maupun peralatan kesehatan agar selain mengalokasikan anggaran secara bertahap, juga mengusahakan bantuan lanjutan dari pemerintah pusat.
Kepada fraksi Golkar, Lakotani menyampaikan terima masih karena telah mengingatkan jadwal untuk proses penyusunan anggaran dan kewajiban besaran alokasi sektor pendidikan dan kesehatan yang tetap akan menjadi perhatian. Apalagi akan dinilai dalam evaluasi RAPBD di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dikatakan Wakil Gubernur, belanja tidak langsung masih lebih besar. Cenderung demikian karena belanja tidak langsung di provinsi didominasi kewajiban transfer ke kabupaten kota seperti dana Otonomi Khusus (Otsus), dana migas Otsus, PAD serta dana pendapatan lainnya yang sesuai aturan diwajibakan untuk transfer.
Menanggapi tentang perbedaan antara angka KUA PPAS dan RAPBD atau Nota keuangan, Lakotani mengatakan, disebabkan oleh RAPBD yang mengikuti perkembangan terakhir dimana estimasi dana tambahan infrastruktur Otsus yang semula diestimasikan Rp.1.7 triliun lebih.
Terhadap pandangan umum fraksi Otsus, Lakotani mengaku sependapat, bahwa korupsi dan penyalanggunaan wewenang mesti diperbaiki, tidak hanya perbaikan sistem birokrasi tapi juga pembinaan dan kesadaran setiap individu yang berinteraksi bersama.
“Pandangan terkait kelembagaan atas penyelenggaraan otsus menurut kami memerlukan perbaikan implementasi kearah yang lebih baik. Keberadaan Biro Otsus juga diharapkan menghasilkan regulasi dalam keseluruhan implementasi otsus yang melekat pada semua OPD. Kami tetap memperhatikan kepentingan masyarakat adat disatu sisi dan kepentingan investasi untuk masyarakat adat itu sendiri demi kemajuan perekonomian yang mensejahterakan orang asli Papua dan kami sependapat terhadap perhatian ke bidang kesehatan dan ketersediaan RSUD seperti pandangan fraksi lain,” kata Lakotani.
Sector lainnya, yang harus diperhatikan adalah pariwisata yang diakui menjadi potensi ekonomi tetap yang memerlukan keterpaduan dengan sektor lainnya termasuk pembangunan infrastruktur yang memadai serta perhatian terhadap kepentingan masyarakat adat.
“Untuk itu, saya mengajak fraksi Otsus mengawal segala Raperdasus dan Raperdasi yang sedang dalam proses pengesahan dan implementasi,” aku Lakotani.
Terhadap pandangan fraksi Persatuan Bangsa, Lakotani mengakui, sikap kritis mereka menyikapi nota keuangan yang disampaikan gubernur. “Perlu pengawalan atas alokasi kabupaten kota atas transfer 90 persen otsus dan 70 persen dana bagi hasil yang kami implementasikan. Diperlukan regulasi dan implementasi yang konsisten dan dibarengi dengan pengawasan,” sebutnya.
pada kesempatan ini, Wakil Gubernur juga menegaskan bahwa pemerintah pusat, menunda menyelenggarakan penerimaan ASN di Papua Barat. Berharap, penundaan penerimaan ASN dapat disikapi sesuai kondisi dan kebutuhan di Papua Barat.
Sementara untuk penerimaan pengawai honorer, menjadi kewenangan pemerintah pusat, dimana kebijakan dan implementasi affirmative tetap dalam proses. Sementara tentang kebijakan tenaga kerja, pihak swasta menekankan persyaratan kebutuhan kemampuan SD yang ada melalui pelatihan dan bimbingan.
Wakil Gubernur juga mengapresiasi kritikan Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan, agar Pemprov Papua Barat memperhatikan sektor lain yang menjanjikan pendapatan daerah lainnya. Serta memperhatikan lemahnya penyerapan anggaran. “Lemahnya penyerapan anggaran bisa disebabkan oleh lemahnya kemampuan manajemen dan proses pengadaan yang belum efisien dan efektif,” terangnya.
Apresiasi juga diberikan kepada Fraksi Demokrat atas analisia terhadap struktur APBD. “Yang Perlu kami tanggapi yakni penetapan kinerja dengan indikator dan capaiannya serta keseriusan dengan target pencapaian visi dan misi. “Instrumen seperti RKA dan DPA serta Analisis Standar Belanja (ASB) yang kami terapkan akan mendukung rekomendasi fraksi ini. Termasuk rencana kami ke depan dalam menyusun anggaran melalui e-planning dan e budgeting agar mencerminkan tingkat transparansi yang dimaksud,” terang Lakotani.
Fraksi Hanura, dalam pandangannya juga memberikan berbagai saran dan rekomendasi konkrit guna mengeliminir permasalahan dan perbaikan kondisi proses maupun pelaksanaan anggaran agar dipahami sebagai usaha konstruktif untuk bersama pemerintah memperbaiki secara berkelanjutan.
Usai Wakil Gubernur membacakan tanggapan Gubernur terhadap pandangan umum fraksi-fraksi DPR Papua Barat, rapat paripurna ketiga kembali diskors oleh Wakil Ketua DPR Papua Barat, Roberth Manibuy dan rapat paripurna keempat akan kembali di buka, Sabtu (15/12) sekitar pukul 10.00 WIT. [FSM-R3]