Manokwari, TP – Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Manokwari melakukan penertiban terhadap kosmetik illegal atau tidak memiliki izin edar di beberapa titik, termasuk di Kabupaten Manokwari.
Kepala Seksi Pemeriksaan dan Penindakan BPOM Manokwari, Purnama Dwi Tistiyanto mengatakan, penertiban kosmetik ini dilaksanakan secara nasional, sehingga di setiap provinsi di Indonesia, dilakukan penertiban yang ilegal, tidak memenuhi syarat, dan yang dilarang peredarannya.
“Jadi, tim kami lagi bergerak di Manokwari, Teluk Bintuni, Fakfak, Kaimana, se-Provinsi Papua Barat. Kegiatan ini sudah dilakukan 2 hari, sejak Kamis (29/11) dan Jumat (30/11),” kata Tistiyanto yang ditemui Tabura Pos di Kantor BPOM Manokwari, kemarin.
Lanjut Tistiyanto, dalam 2 hari melakukan penertiban di lapangan, tim berhasil mengumpulkan 927 potong dari 72 item kosmetik ilegal dengan nominal keseluruhan senilai Rp. 24.990.000. Ia mengaku, kosmetik ilegal itu disita dari beberapa titik penjualan, kios di Pasar Sanggeng dan Wosi, termasuk di salah satu rumah penjualan kosmetik online.
Ditanya tentang lokasi dan jumlah penjualan online kosmetik ilegal, Tistiyanto mengatakan, nominal yang disita dari penjualan online senilai Rp. 13.780.000, berlokasi di Reremi.
“Untuk online sekitar Rp. 13.780.000. Itu baru dari satu titik. Ini kami masih melakukan pengembangan untuk penjual sampai tuntas peredarannya. Sebenarnya, boleh saja jual kosmetik, tapi kosmetik harus memiliki izin. Ini yang banyak di pasaran yang kita amankan kosmetik tidak berizin edar dan ada yang public warning. Artinya, mengandung bahan berbahaya dalam kosmetik tersebut,” tandas Tistiyanto.
Ditambahkannya, BPOM akan melakukan kegiatan serupa secara rutin, tapi masih dalam tahap pengumpulan data, pengamatan, dan penyelidikan sebelum turun ke lapangan. “Supaya masyarakat Papua Barat, khususnya di Manokwari bisa terbebas dari kosmetik yang tidak memenuhi syarat,” tukas Tistiyanto.
Ia menerangkan, ketika dilakukan penyitaan, penjual kosmetik online yang beralamat di Reremi, tidak melakukan perlawanan, karena sebelumnya, petugas BPOM memberikan penjelasan.
“Yang bersangkutan kita beri pengertian, karena kosmetiknya dilarang untuk dijual. Artinya, ketika ada perlawanan, berarti perbuatan melawan hukum. Ketika masih melawan, tidak bisa kita bina, terpaksa kita lakukan tindakan lebih tegas,” paparnya.
Menurut Tistiyanto, di Papua Barat, khususnya lagi di Manokwari, peredaran kosmetik merupakan bisnis yang sangat menggiurkan, tetapi penjualan produknya harus berizin. “Bisnis perawatan kulit ini boleh saja berdagang, berjualan, tetapi jual produk yang berizin,” imbau Tistiyanto.
Untuk konsumen baik secara online, Tistiyanto mengingatkan agar terlebih dahulu mengecek izin daroi produk kosmetik tersebut sebelum dibeli. “Jangan sampai pakai kosmetik yang tidak ada izinnya, karena Badan POM tidak menjamin produk kosmetik yang tidak ada izinnya. Kita tidak tahu apakah itu mengandung Merkuri atau Hidroquino yang efek sampingnya besar. Jangka panjang bisa menyebabkan kanker kulit. Kita tidak mau masyarakat nanti mengalami seperti itu,” tukasnya.
Selain itu, ia berharap jika masyarakat menemukan penjualan kosmetik online atau melihat peredaran di media online yang tidak memiliki izin edar, bisa dilaporkan ke BPOM Manokwari.
Ditegaskan Tistiyanto, kosmetik ilegal yang sudah disita BPOM, akan dimusnahkan. “Di akhir tahun akan kita undang pemilik barang, pihak kepolisian, kejaksaan, dan dinas terkait, nanti ada press release lebih lanjut untuk waktu pemusnahannya,” tandas Tistiyanto.
Denda Rp. 1,5 Miliar dan Penjara 15 Tahun
Ia menegaskan, penjual kosmetik ilegal bisa dituntut dengan hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp. 1,5 miliar. “Yang melanggar bisa dikenakan Pasal 197 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,” tandas Tistiyanto.
Dirinya mencontohkan kasus yang menimpa 2 penjual produk kosmetik ilegal atau tanpa izin edar di Kabupaten Fakfak, yang terpaksa mendekam di penjara selama 2 tahun setelah adanya putusan tetap dari pihak berwajib.
“Diberi peringatan 1, peringatan 2, masih terus menjual, akhirnya kita naikan perkara baru kemarin (2018), keputusan terakhir penjara selama 2 tahun dan denda Rp. 250 juta. Sementara yang satunya terkena perkara pangan dan perkara obat sedang dalam tahap persidangan,” tegas Tistiyanto seraya berharap pedagang memperhatikan barang yang dijual supaya selalu ada izin edarnya. [CR49-R1]