Manokwari, TP – Para aktivis lingkungan, lembaga masyarakat adat (LMA), dan perwakilan masyarakat adat dari Kebar, Kabupaten Tambrauw, telah menemui Direktur Tipiter Mabes Polri di Jakarta.
Pertemuan tersebut berlangsung sekitar 6 jam lamanya. “Kita melakukan pertemuan dengan Bapak Direktur Tipiter kemarin dari jam 2 siang sampai jam 8 malam,” kata Ketua Pantau Gambut Tanah Papua, Yohanes Akwam yang dihubungi Tabura Pos via ponselnya, kemarin.
Diungkapkan Akwam, dalam pertemuan itu, pihaknya menyampaikan persoalan terkait pelanggaran, kerusakan hutan, dan perampasan tanah adat di Papua oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua.
Ia membeberkan, dari beberapa perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran, salah satu yang dibahas yakni terkait izin yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT BAPP di Kebar, Kabupaten Tambrauw.
Dia menyebutkan, dalam pertemuan itu, perwakilan masyarakat adat dari Kebar menyampaikan apa yang terjadi di Kebar dan menyatakan lokasi perusahaan PT BAPP sudah dipalang masyarakat adat, beberapa bulan lalu dan meminta PT BAPP keluar dari tanah adatnya.
Selain itu, tambah dia, masyarakat adat juga mengaku telah melaporkan hal ini ke Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Polda Papua Barat, dan Pangdam XVIII Kasuari. “Wilayah konsesi PT BAPP juga masuk dalam lahan gambut dan perusahaan itu telah merusak lahan gambut di Kebar, sehingga mereka telah melanggar aturan yang dikeluarkan pemerintah terkait lahan gambut. Jadi, izin PT BAPP harus segera dicabut,” ujarnya.
Lanjut Akwam, berdasarkan laporan masyarakat adat di Kebar, mereka juga tidak dilibatkan dalam perencanaan kegiatan perusahaan dan perusahaan beroperasi dengan menanam Jagung dalam beberapa tahun terakhir ini.
“Intinya, terkait kasus PT BAPP dan beberapa perusahaan lain di Papua, kami sudah sampaikan ke Direktur Tipiter Mabes Polri dan mereka menyambut baik kami. Mereka akan pelajari apa yang sedang terjadi saat ini. Mereka juga berjanji akan mempelajarinya dan bila ditemukan pelanggaran tindak pidana, akan segera diproses sesuai hukum yang berlaku,” katanya.
Dirinya menambahkan, sudah jelas sampai sekarang rekomendasi AMDAL untuk penanaman Jagung saja belum ada, tetapi perusahaan telah membuka lahan dan menanam Jagung. “Dari hal itu saja jelas-jelas PT BAPP melakukan pelanggaran. Belum ada rekomendasi AMDAL, tapi sudah beroperasi. Itu jelas sebuah pelanggaran dan harus diusut secara hukum,” tukasnya.
Dijelaskannya, ketika perusahaan dalam Hak Guna Usaha (HGU) untuk Kelapa Sawit dan ujicobanya penanaman Jagung, sementara AMDAL-nya belum keluar, maka di situlah pelanggarannya.
Untuk itu, ia berharap kasus ini bisa diselesaikan dan Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan diharapkan turun tangan, karena Provinsi Papua Barat telah berkomitmen menjadi Provinsi Konservasi.
Secara terpisah, Kepala Bidang Penataan dan Penegakkan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Daniel L. Haumahu mengaku, pihaknya belum pernah mengeluarkan rekomendasi AMDAL untuk PT BAPP di Kebar.
Diungkapkannya, PT BAPP dalam mengajukan dokumen AMDAL ke Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, hanya mengajukan dokumen untuk AMDAL penanaman Jagung.
“Itu pun belum selesai, karena masih banyak kekurangan berkas yang belum dilengkapi pihak perusahaan. Jadi, yang perlu diketahui adalah dokumen AMDAL yang diajukan ke kami bukan untuk perkebunan Kelapa Sawit,” tegas Haumahu yang ditemui Tabura Pos di kantornya, Jumat (16/11). [CR46-R1]